Kunjungan Badan Riset dan Inovasi Nasional

Sebagai tindaklanjut dari kegiatan kajian Implementasi Teknologi Co-Firing Biomasa untuk PT. Pupuk Indonesia Persero, Badan Riset dan Inovasi Nasional Indonesia (BRIN) melaksanakan kunjungan dalam rangka studi terkait Potensi Limbah Kayu Karet sebagai Biomasa khusus di Provinsi Sumatera Selatan. Disampaikan Dr. Novi Syaftika selaku Perekayasa Ahli Muda BRIN bahwa dalam rangka pengurangan penggunaan bahan bakar fosil dari Batubara, Pihak Pupuk Indonesia Persero bekerjasama dengan BRIN mengkaji Implementasi Teknologi Co-Firing Biomasa dari limbah kayu karet tua.  Untuk itu diperlukan informasi dan data serta sebaran potensi kayu karet tua dan program peremajaan karet di Provinsi Sumatera Selatan.  Adapun bahan baku kayu karet tua akan dilakukan proses menjadi serbuk kayu karet dan diblending dengan bahan bakar fosil batubara dengan komposisi serbuk kayu pada kisaran 15 %.  Adanya teknologi ini akan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan mengurangi emisi.

Selanjutnya disampaikan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan dalam hal ini diwakili oleh Sekretaris Dinas, Dian Eka Putra, STP, M.Si bahwa luas areal karet di Provinsi Sumatera Selatan adalah 1.238.435 hektar yang tersebar di beberapa daerah dengan komposisi Tanaman Belum Menghasilkan seluas 23%, Tanaman Menghasilkan 66 % dan Tanaman Tua 11% atau 139.238 hektar.  Selanjutnya berdasarkan kajian lahan seluas satu hektar dapat diestimasi menghasilkan volume kayu karet tua sejumlah 40 meter kubik sehingga dari total areal karet tua dapat diestimasi potensi bahan baku sejumlah 5.571.000 meter kubik kayu karet. Pada saat ini pemanfaatan kayu karet tua adalah untuk industri Veneer dan MDF di beberapa industri pengolahan dengan  harga kayu ditingkat pabrik berada pada kisaran 500.000 per meter kubik.

Adanya rencana Implementasi Teknologi Co-Firing Biomasa berbahan baku kayu karet tentunya memberikan peluang baru pemanfaatan kayu karet yang memberikan nilai ekonomis. Dengan demikian potensi kayu karet di Sumatera Selatan dapat termanfaatkan dan aktivitas peremajaan tanaman karet pekebun dapat dilaksanakan dengan menerapkan konsep pengembangan kawasan perkebunan dimana biomasa kayu karet tua memberikan nilai ekonomis dari proses pengolahan serbuk kayu untuk memasok kebutuhan industri.  Selanjutnya menjadi harapan bagi stakeholder semoga teknologi ini dapat segera diimplementasikan dalam rangka percepatan replanting tanaman karet.